Tahukah anda bagaimana pakaian dan senjata tradisional suku kaili? Pernakah terlintas dipikiran anda bagaimana bentuk senjata serta pakaian yang digunakan suku kaili dalam berperang dimasa lalu? Suku kaili dalam membela serta mempertahankan wilayah daerah tempat tinggal mereka, umumnya menggunakan senjata tradisional yang tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia yakni berupa pedang dan tameng namun memiliki ciri khas yang berbeda dari bentuknya. Kali ini saya akan berbagi cerita Dan informasi seputar pakaian dan senjata traditional ini.
1. GUMA
1. GUMA
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbGEvQGwca_aW96-j8dHYrOfTmZjjxRNdP_wC8tt09XRHYHQHzjgaijGjfehZtMC4WQwQS_3M9jPE7ae1DVF1Gt3nGK9RfmW86H8dI4pI-gfF6B8cBfAppnhs8yljHaKWzyAxh5tKmAzQR/s200/121212.jpg)
Guma ini sendiri memiliki kekuatan magis yang berbeda-beda tergantung dari pemilik atau tingkatan penggunanya. Salah satu kelebihan Guma ini adalah bisa mendeteksi niat jahat seseorang serta mendeteksi kedatangan musuh. Menurut sejarah Guma akan bergerak dengan sendirinya apabila ada musuh yang mendekat. Bagi Guma yang memiliki kekuatan magis tinggi si pemiliknya tidak perlu bersusah payah untuk melawan musuh akan tetapi Guma tersebut konon dapat bergerak dengan sendiri untuk melukai lawannya.
Guma sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat yang digunakan sehari-hari dalam beraktifitas. Perbedaan nama pada alat yang satu ini menunjukan fungsi yang berbeda pula dalam penggunaannya. Alat yang digunakan sehari-hari ini diberi nama Taono dalam bahasa Kaili Ledo atau Babe dalam bahasa Kaili Da'a.
Sekarang Guma asli atau lebih dikenal parang adat peninggalan nenek moyang suku kaili ini sudah jarang ditemukan atau mungkin sudah tidak ada lagi. Hal ini bukan tidak beralasan, konon parang adat yang satu ini memiliki hubungan magis kuat dengan pemiliknya. Apabila si empunya meninggal secara ajaib parang adat ini akan lenyap dengan sendirinya atau dikuburkan bersama si empunya. Adapun apabila parang adat tersebut masih ada dan dimiliki oleh beberapa orang, konon si empunya telah berpesan (nosabi dalam bahasa kaili) pada parang adat itu untuk diwariskan pada Bija (anak,cucu) atau keturunannya.
Jika dilihat dari bahan bakunya sekilas tidak ada perbedaan dengan parang lain yang terbuat dari besi/baja. Namun berdasarkan penuturan dari beberapa sumber bahwa bahan baku pembuatan Guma itu sendiri didapatkan dari Pasir Apung atau semacam Biji Besi yang mengapung. Cara pembuatanya pun tergolong unik dan tidak masuk akal, pasir yang mengapung dikumpulkan dan dibentuk menggunakan tangan kemudian dipijat sambil ditarik memanjang sampai bentuk yang diinginkan sesuai, memang hal itu mustahil tapi menurut mereka kekuatan doa dan sedikit pengetahuan akan nama-nama asli (gaib) dari benda tersebut membuat mereka tidak memiliki kesulitan dalam proses pembuatanya.
2. Kaliavo
Selain Guma ada lagi satu alat yang sering digunakan dengan fungsi untuk pertahanan yang disebut Kaliavo. Dalam bahasa kaili Kaliavo berarti tameng, dimana bentuknya menyerupai perahu kecil yang diberi hiasan atau ornamen berupa anyaman yang jika dilihat sekilas nampak seperti bulu-bulu halus yang sengaja dibalut pada Kaliavo tersebut entah itu merupakan ciri khas suatu daerah atau dapat juga meambah tampilan kaliavo itu seperti memiliki kekuatan magis. Dari bentuk serta bahan yang digunakan membuat kaliavo tersebut sangatlah jelas bila peradaban masyarakat suku kaili pada saat itu belum terpegaruh oleh budaya luar dan tergolong masih primitif. Bagaimana tidak apabila disandingkan dengan daerah lain yang sudah mengenal budaya luar seperti daerah kerajaan, alat yang satu ini sangat jauh berbeda dari bentuk, bahan dan ukurannya, dimana pada tameng yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan lain sudah menggunakan besi sebagai bahan bakunya yang dibuat bundar seperti lingkaran atau segi empat dengan ukuran yang sudah besar.
Untuk pakaian yang digunakan mungkin tidak jauh berbeda dengan suku-suku lain yang ada di Inonesia, mereka hanya menggunakan celana pendek atau Pajama dalam bahasa kaili serta sarung yang dikalungkan menyamping sebagai tempat menyimpan bekal yang umumnya disebut Batutu. Pada Foto yang diambil selama masa pendudukan Kolonialis Belanda di atas sangat terlihat jelas bahwa pakaian yang digunakan sangat sederhana.
4. Tandu Bengga
Penjelasan untuk fungsi dan makna filosofi tanduk yang dipakai diatas kepala sebagai pengganti helm atau topi, sampai sekarang belum ada penjelasan yang terperinci namun jika dilihat sekilas tidak semua orang menggunakanya. Hal ini kemungkinan digunakan untuk membedakan antara panglima dengan prajurit atau bisa juga sebagai ciri khas suatu daerah dengan tujuan menambah rasa percaya diri serta membuat musuh gentar. Namun dari penjelasan ini belum ada pernyataan dari beberapa sumber akan fungsi dan filosofinya, karena jika dilihat dari fungsi sudang sangat jelas tanduk tersebut hanya akan memperlambat dan membuat penggunanya kerepotan harus mempertahankan diri atau mempertahankan tanduknya.
Jadi, bagi anda yang belum mengenal baju dan alat perang suku kaili, semoga tulisan ini dapat bermanfaat menambah informasi serta mengenalkan sedikit tentang kebudayaan suku kaili. Mohon maaf jika dalam tulisan ini terdapat kekeliruan, sebagai manusia biasa selalu terdapat kekurang begitu pula dengan tulisan ini. Jika terdapat kesalahan semoga tidak menjadikan perselisihan, kritik dan saran silahkan masukan dikolom komentar untuk kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini. Selamat Membaca, dan terima kasih telah mengunjungi Blog ini.
Sekarang Guma asli atau lebih dikenal parang adat peninggalan nenek moyang suku kaili ini sudah jarang ditemukan atau mungkin sudah tidak ada lagi. Hal ini bukan tidak beralasan, konon parang adat yang satu ini memiliki hubungan magis kuat dengan pemiliknya. Apabila si empunya meninggal secara ajaib parang adat ini akan lenyap dengan sendirinya atau dikuburkan bersama si empunya. Adapun apabila parang adat tersebut masih ada dan dimiliki oleh beberapa orang, konon si empunya telah berpesan (nosabi dalam bahasa kaili) pada parang adat itu untuk diwariskan pada Bija (anak,cucu) atau keturunannya.
Jika dilihat dari bahan bakunya sekilas tidak ada perbedaan dengan parang lain yang terbuat dari besi/baja. Namun berdasarkan penuturan dari beberapa sumber bahwa bahan baku pembuatan Guma itu sendiri didapatkan dari Pasir Apung atau semacam Biji Besi yang mengapung. Cara pembuatanya pun tergolong unik dan tidak masuk akal, pasir yang mengapung dikumpulkan dan dibentuk menggunakan tangan kemudian dipijat sambil ditarik memanjang sampai bentuk yang diinginkan sesuai, memang hal itu mustahil tapi menurut mereka kekuatan doa dan sedikit pengetahuan akan nama-nama asli (gaib) dari benda tersebut membuat mereka tidak memiliki kesulitan dalam proses pembuatanya.
2. Kaliavo
Selain Guma ada lagi satu alat yang sering digunakan dengan fungsi untuk pertahanan yang disebut Kaliavo. Dalam bahasa kaili Kaliavo berarti tameng, dimana bentuknya menyerupai perahu kecil yang diberi hiasan atau ornamen berupa anyaman yang jika dilihat sekilas nampak seperti bulu-bulu halus yang sengaja dibalut pada Kaliavo tersebut entah itu merupakan ciri khas suatu daerah atau dapat juga meambah tampilan kaliavo itu seperti memiliki kekuatan magis. Dari bentuk serta bahan yang digunakan membuat kaliavo tersebut sangatlah jelas bila peradaban masyarakat suku kaili pada saat itu belum terpegaruh oleh budaya luar dan tergolong masih primitif. Bagaimana tidak apabila disandingkan dengan daerah lain yang sudah mengenal budaya luar seperti daerah kerajaan, alat yang satu ini sangat jauh berbeda dari bentuk, bahan dan ukurannya, dimana pada tameng yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan lain sudah menggunakan besi sebagai bahan bakunya yang dibuat bundar seperti lingkaran atau segi empat dengan ukuran yang sudah besar.
Pakaian Tradisional Suku Kaili yang berada di daerah Parigi Sumber Troppenmusuem 1920
3. Pajama & Batutu Untuk pakaian yang digunakan mungkin tidak jauh berbeda dengan suku-suku lain yang ada di Inonesia, mereka hanya menggunakan celana pendek atau Pajama dalam bahasa kaili serta sarung yang dikalungkan menyamping sebagai tempat menyimpan bekal yang umumnya disebut Batutu. Pada Foto yang diambil selama masa pendudukan Kolonialis Belanda di atas sangat terlihat jelas bahwa pakaian yang digunakan sangat sederhana.
4. Tandu Bengga
Penjelasan untuk fungsi dan makna filosofi tanduk yang dipakai diatas kepala sebagai pengganti helm atau topi, sampai sekarang belum ada penjelasan yang terperinci namun jika dilihat sekilas tidak semua orang menggunakanya. Hal ini kemungkinan digunakan untuk membedakan antara panglima dengan prajurit atau bisa juga sebagai ciri khas suatu daerah dengan tujuan menambah rasa percaya diri serta membuat musuh gentar. Namun dari penjelasan ini belum ada pernyataan dari beberapa sumber akan fungsi dan filosofinya, karena jika dilihat dari fungsi sudang sangat jelas tanduk tersebut hanya akan memperlambat dan membuat penggunanya kerepotan harus mempertahankan diri atau mempertahankan tanduknya.
Jadi, bagi anda yang belum mengenal baju dan alat perang suku kaili, semoga tulisan ini dapat bermanfaat menambah informasi serta mengenalkan sedikit tentang kebudayaan suku kaili. Mohon maaf jika dalam tulisan ini terdapat kekeliruan, sebagai manusia biasa selalu terdapat kekurang begitu pula dengan tulisan ini. Jika terdapat kesalahan semoga tidak menjadikan perselisihan, kritik dan saran silahkan masukan dikolom komentar untuk kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini. Selamat Membaca, dan terima kasih telah mengunjungi Blog ini.
No comments:
Post a Comment